Temu begitu fonomenal, aplikasi marketplace yang berasal dari China ini sukses di luar negeri karena harganya yang sangat murah. Bagaimana tidak murah? Mereka menawarkan barang langsung dari produsen langsung ke konsumen. Jalur distribusi dipotong sehabis – habisnya. Penghematan harga diklaim bisa sekitar 50%.
Secara prinsip, model bisnis ini tentu sangat menguntungkan konsumen, konsumen mendapatkan barang dengan harga murah dan cepat tanpa melalui banyak perantara yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi.
Tetapi pemerintah yang menolak temu ini jelas punya alasan yang juga masuk akal. Kompas.tv melaporkan, paling tidak ada 3 alasan yang mendasari penolakan ini. Pertama, model bisnis yang disruptif, menjual langsung ke konsumen. Kedua, akan mematikan UMKM dan yang ketiga adanya ancama serius terhadap bisnis UMKM di Indonesia.
Sebenarnya, kalau kita mau jujur, model bisnis Manufacture to Customer (MtoC) seperti Temu ini sudah terjadi di Indonesia, meskipun skalanya masih belum masif dan belum terorganisir seperti Temu. Lihat saja di Marketplace, seperti shopee, bukalapak, Tokopedia dan marketplace lain. Di marketplace tersebut, sudah terdapat official store dari brand – brand besar. Official store ini langsung menjual ke konsumen tanpa perantara.
Yang membedakan adalah brand – brand besar ini masih “memperhatikan” semua distributor dan reseller masing – masing. Mereka tidak mematikan distributor dan reseller yang secara tradisional menjadi salah satu ujung tombak penjualan. Mereka, meskipun langsung dari produsen, menjual dengan harga retail yang sama dengan para distributornya. Sehingga distributor tidak merasa tersaingi karena disparitas harga.
Kehadiran Brand – brand besar di marketplace hanya untuk menambah saluran penjualan, bukan untuk menggantikan saluran penjualan yang ada. Bisa menjadi alternatif bagi konsumen yang kesulitan mendapatkan produknya ketika di distributor produknya tidak tersedia.
Distributor dan reseller juga merasa aman – aman saja karena bisnis berjalan seperti biasanya, konsumen tidak akan beralih ke produsen langsung karena secara harga tidak terlalu jauh bedanya.
Mungkin jika Temu mengubah model bisnisnya dengan membuka jalur distribusi di Indonesia, melibatkan UMKM di Indonesia, bisa jadi pemerintah akan memberikan ijin untuk beroperasi di Indonesia.