Ketergantungan Terhadap Media Sosial

sosial media untuk popularitas website

Kalau Netizen ditanya, “Siapa yang gak punya akun medsos?” Dipastikan tidak akan ada yang menjawab. Bahkan 1 orang bisa lebih dari 1 akun. Bisa di Youtube, tiktok, instagram, facebook, x atau platform lainnya.
Sudah cuku lama fenomena media sosial yang membuat genZ tidak bisa lepas darinya. Banyak alasan yang disampaikan, tetapi kebanyakan adalah media sosial adalah tempat yang pas untuk mengekspresikan diri, dimana di dunia nyata hal tersebut sulit untuk diwujudkan.

Tetapi dibalik keriuhan media sosial yang membuat banyak netizen GenZ sangat tergantung padanya, ada semacam kekhawatiran para orang tua terhadap perilaku anak – anaknya yang lebih cenderung berada di media sosial dari pada di dunia nyata. Jumlah teman di dunia nyata yang hanya segelintir orang, tidak sebanding dengan jumlah teman di media sosial yang bisa mencapai ribuan orang.

Orang – orang tua cenderung khawatir bahwa yang dihadapi anak – anak ini bukanlah dunia nyata tempat mereka hidup, tetapi hanya dunia maya yang tidak benar – benar nyata. Gap dunia nyata dan dunia maya di khawatirkan akan membuat anak – anak depresi dimana ternyata kenyataan tidak seindah harapan, dunia nyata tidak bisa memenuhi ekspektasi anak – anak seperti halnya yang terjadi di dunia maya.
Beberapa orang mendesak untuk dibuatkan aturan khusus agar ketergantungan terhadap media sosial bisa sedikit dikurangi, agar anak – anak kembali ke dunia nyata dimana seharusnya mereka berada.
Di Amereka Serikat, beberapa politisi mulai menggaungkan undang – undang yang mengharuskan anak – anak dibawah 18 tahun untuk mendapat persetujuan orang tua agar bisa mengakses media sosial. Di beberapa tempat lain juga menginginkan hal yang sama meskipun dengan aturan yang berbeda.
Sejumlah peraturan ini tujuannya untuk melindungi anak – anak dari ketergantungan media sosial dan bisa melindungi data pribadi anak – anak dari penyalahgunaan. Kontrol orang tua menjadi kunci dalam hal ini.
Beberapa pendukung kebijakan tersebut dan pakar media sosial mengatakan hal itu dapat menghambat upaya yang sangat dibutuhkan untuk mengatasi bahaya nyata media sosial, seperti materi pelecehan seksual anak , pelanggaran privasi, ujaran kebencian, misinformasi , konten berbahaya dan ilegal , dan banyak lagi.
Tetapi banyak diantara pendapat lain yang skeptis terhadap undang – undang dan peraturan yang membatasi media sosial bagi anak – anak, mereka mengungkapkan bahwa undang – undang dan peraturan ini cukup sulit diterapkan mengingat penetrasi media sosial yang sudah begitu masif. Bahkan sejumlah penelitian mengungkapkan, justru dengan “pemakaian media sosial yang wajar” kesehatan mental anak – anak bisa meningkat karena interaksi sosial mereka cukup intensif.
Bagaimana dengan pendapat anda? Mungkin ada yang setuju agar media sosial dibatasi, tetapi ada juga yang tidak setuju dengan pembatasan ini. Bagaimanapun, semuanya kembali ke kita, apakah media sosial sudah menjadi candu? Jika demikian, sudah saatnya kita berhenti atau mengurangi akses ke media sosial.
Keputusan bijak harus dibuat sebelum semuanya terlambat dan berakibat buruk untuk kita sendiri.

Ketergantungan Terhadap Media Sosial
Bagikan kami!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Kembali ke Atas