Ini bukan joke, ini juga bukan satire. Di saat ekonomi sulit, di saat ancaman krisis ekonomi karena perang di Timur Tengah, dunia tipu – tipu juga mengalami krisis, para penipu juga mengalami kesulitan dalam upayanya melakukan penipuan. Penipu online pun banting stir dengan beragam cara agar tipuannya berhasil menggaet korban.
Dalam artikel ini, kita akan membahas 3 modus baru yang dilancarkan penipu. 3 modus ini memiliki kesamaan, yaitu menipu dengan nilai recehan, nilai ribuan rupiah saja diterima.
Minta recehan
Jika dahulu penipu pilih – pilih korban, cari korban kakap bernilai jutaan, bahkan sampai ratusan juta. Sekarang ini penipu mencari korban sembarang, siapapun disasar meskipun mereka orang miskin.
Contoh penipuan model ini adalah model jual beli barang. Jika dulu, penipu menyasar korban dengan menawarkan barang dengan harga murah agar calon korban tertarik dengan transfer sejumlah uang tertentu untuk biaya pembelian barang. Jadi yang ditransfer adalah nilai barangnya bahkan dengan iming – iming gratis ongkos kirim.
Tetapi sekarang, calon korban sudah pada pintar, tentu tidak mau membayar atau transfer ratusan ribu atau jutaan rupiah untuk beli barang. Calon korban maunya beli COD, bayar setelah barang sampai. Hal ini tentu menyulitkan para penipu untuk mencari korban, penipu sekarang mengalihkan penipuannya dengan minta ongkos kirimnya saja yang ditransfer. Ongkos kirim yang hanya recehan ini pun disasar oleh penipu.
Bahkan untuk meyakinkan korbannya, penipu menunjukkan video kalau barangnya sudah dimasukkan ke ekspedisi, entah ini video palsu atau ada kerja sama dengan ekspedisi. Sehingga calon korban yang percaya, segera transfer ongkos kirimnya karena percaya dengan video tersebut. Tentu saja barang sebenarnya tidak pernah dikirim.
Kami sendiri pernah coba di tipu dengan nilai hanya 20.000 rupiah saja, sungguh penipu sekarang sangat tidak berharga, menipu hanya senilai 20.000 rupiah, itupan gagal total.
Masih banyak contoh penipuan lain di sosial media, misalnya banyak yang mengumbar kesedihan agar mendapatkan donasi recehan dari sebanyak – banyaknya orang, benar tidaknya “kesedihan” ini tidak dapat diverifikasi karena memang tidak ada identitas yang jelas.
Memberi recehan untuk dapat recehan
Kalau ini, penipunya benar – benar bermodal. Dia menyebarkan sejumlah uang recehan ke calon korbannya dengan harapan bahwa calon korban ini percaya bahwa “bisnis” yang dijalankan ini benar – benar nyata dan dapat menghasilnya uang.
Calon korban yang tertarik dengan “bisnis” ini karena sudah mendapatkan hasil, diiming – imingi dengan hasil lebih besar, tetapi dengan syarat harus menjadi anggota “premium” (atau dengan istilah lain). Untuk menjadi anggota premium, calon korban harus membayar sejumlah tertentu.
Contoh yang pernah terjadi adalah tawaran pekerjaan virtual. Pekerjaan ini sangat mudah, tetapi menghasilkan rupiah yang lumayan. Pekerjaan virtual ini misalnya adalah dengan klik dan like video tiktok, siapapun bisa melakukannya, hasilnya sekali like antara 10.000-20.000, siapa yang tidak tertarik? Hasilnya pun langsung di transfer ke rekening bank digital.
Sampai kepada pekerjaan ke sekian, ada penawaran jika ingin melanjutkan, member harus upgrade dengan transfer sejumlah tertentu, yang iming – imingnya akan ditransfer balik dengan tambahan sekian persen (20-30%). Di tahap ini, memang benar – benar dikembalikan sesuai janjinya. Penipu ini memang benar – benar punya modal.
Sampai kemudian di titik tertentu, yang menurut penipunya “sudah cukup”, para penipu ini langsung hilang tanpa sebab dengan membawa uang korban yang sudah ditransfer tersebut, ada berapa banyak korbannya? tentu sudah diperhitungkan oleh para penipu ini, mereka punya target balik modal, jika sudah balik modal dan dapat keuntungan besar, mereka langsung kabur.
Kasih “duit besar”, hanya untuk dapat recehan
Kalau ini belum kami temukan di Indonesia, kami mengalami dan mendapatinya di situs – situs luar negeri. Karena penipuan macam ini membutuhkan keahlian teknologi.
Keahlian apa yang dibutuhkan untuk menipu semacam ini? Mereka membuat beberapa situs sesuai tugas masing – masing. Ada situs untuk mempromosikan link afiliasinya, ada situs untuk memberi semacam “pekerjaan” jadi seolah – olah kerja nyata dan ada situs “bank digital” yang akan menampung dana pembayaran dan metode payout-nya. Tentu saja semuanya palsu.
Melalui situs – situs pekerjaan online yang resmi, mereka cari korbannya. Setelah dapat “calon korban” mereka menawarkan pekerjaan mudah dnagn nilai pembayaran besar, bahkan dalam bentuk dollar. Kami sendiri pernah dapat “pekerjaan” ini dan setelah selesai, kami dibayar 2500 USD, wow.. besar sekali. Hanya sekedar kerja sehari dapat 2500 USD. Tentu saja ini palsu! Mereka membayar kami lewat bank digital buatan mereka sendiri.
Nah… di sini lah penipuannya! Agar uang 2500 USD ini bisa ditarik ke bank lokal di Indonesia, bank digital ini mensyaratkan biaya 150 USD untuk upgrade keanggotaan. Walaupun sudah bayar 150 USD pun, uang 2500 USD di bank digital tipu – tipu ini tidak akan pernah bisa dicairkan.
Bagi orang – orang di luar negeri, 150 USD ini cuma recehan, tetapi penipu ini tetap saja ingin menjerat walaupun mereka cuma dapat recehan.
Dari 3 kasus “recehan” ini dapat ditarik kesimpulan, bahwa para penipu sekarang sudah tidak pilih – pilih calon korban. Siapapun bisa jadi korban meskipun hanya punya duit recehan, duit recehan ini bisa mereka ambil karena mereka juga sudah kesulitan mencari korban kelas kakap.
Apalagi dengan maraknya Judi Online (judol), scammer dan prostitusi online yang sekarang ini menyasar korban yang hanya punya uang recehan.