OpenAI mengumumkan telah mengubah cara melatih model AI untuk secara eksplisit merangkul “kebebasan intelektual … tidak peduli seberapa menantang atau kontroversial suatu topik,” kata perusahaan itu dalam kebijakan baru.
Hasilnya, ChatGPT pada akhirnya akan mampu menjawab lebih banyak pertanyaan, menawarkan lebih banyak perspektif, dan mengurangi jumlah topik yang tidak dibicarakan oleh chatbot AI.
Pada hari Rabu, OpenAI mengumumkan pembaruan untuk Spesifikasi Modelnya , sebuah dokumen setebal 187 halaman yang memaparkan cara perusahaan melatih model AI untuk berperilaku. Di dalamnya, OpenAI mengungkap prinsip panduan baru: Jangan berbohong, baik dengan membuat pernyataan yang tidak benar maupun dengan menghilangkan konteks penting.
Dalam bagian baru yang disebut “Carilah kebenaran bersama-sama,” OpenAI mengatakan bahwa pihaknya ingin ChatGPT tidak mengambil sikap editorial, meskipun beberapa pengguna menganggapnya salah secara moral atau menyinggung. Itu berarti ChatGPT akan menawarkan berbagai perspektif tentang subjek yang kontroversial, semuanya dalam upaya untuk bersikap netral.
Spesifikasi Model yang baru tidak berarti bahwa ChatGPT sekarang menjadi tempat yang bebas untuk semua orang. Chatbot akan tetap menolak untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tertentu yang tidak pantas atau menanggapi dengan cara yang mendukung kebohongan yang nyata.
Bagaimanapun, AI termasuk OpenAI, hanyalah mesin yang dikendalikan manusia. Seberapapun pintar AI, semuanya masih dalam kontrol manusia. Jika manusianya condong ke arah tertentu, AI juga akan mengikutinya.
Kebebasan yang didengungkan lewat AI, seolah hanya fatamorgana ketika didekati ternyata tidak benar – benar bebas, kontrol manusia di dalamnya masih sangat kuat. Apa yang boleh dan tidak boleh tetap dikendalikan manusia melalui rule yang diinstruksikan ke AI. Hal ini sudah banyak disuarakan oleh pakar dan tokoh yang melihat AI memiliki “kecenderungan” ke arah tertentu. Baik melalui isu politik, ekonomi maupun isu – isu penting lainnya.
Apalagi berkaitan dengan hak kekayaan intelektual. Meskipun manusia dibalik AI sudah memberikan “batasan”, ettapi pada kenyataannya batasa ini sangat longgar, sehingga isu – isu kekayaan intelektual menjadi semakin serius setelah berkembangnya AI. Terutama karena tidak adanya “penghormatan yang cukup” atas hasil karya manusia lain.
Solah tidak ada “hak Kekayaan Intelektual” ini di mata AI, karena dengan gampangnya AI meniru dan menduplikasi hasil karya orang lain karena AI telah mempelajarinya.
Satu tanggapan pada “AI, Kebebasan dan Hak Kekayaan Intelektual”